oleh

PLTP Ulumbu Dimata Warga Desa Wewo Manggarai

Manggarai, SwaraNTT.Net – Mengenal Lingko Nio, Desa Wewo, Kecamatan Satar Mese dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu.

Di Kabupaten Manggarai, manfaat panas bumi rupanya sudah terasa sejak 11 tahun yang lalu, bagi wilayah Satar Mese sekitarnya untuk pembangkit listrik. Disusul kemudian pada akhir November 2011 pasokan listrik dari Ulumbu menerangi kota Ruteng, Kabupaten Manggarai.

Selanjutnya pada tahun 2012 listrik Ulumbu mulai dialirkan ke Kabupaten lain di pulau Flores. PLTP Ulumbu merupakan pembangkit listrik dengan memanfaatkan tenaga panas bumi yang berlokasi di desa Wewo, Kecamatan Satar Mese, Kabupaten Manggarai.

Baca Juga: Anggota DPRD Fredi Mui Dukung PLN Pengembangan PLTP Ulumbu di Poco Leok

Pada Sabtu 11/3/2023, media ini mendatangi lokasi PLTP Ulumbu, yang jaraknya sekitar 22 KM selatan pusat Ibukota Kabupaten Manggarai. Perjalanan dari kota Ruteng menuju PLTP Ulumbu Desa Wewo menghabiskan waktu 1,5 jam lebih.

Masuk di wilayah Desa Wewo, kami disuguhkan dengan keindahan alam berupa perbukitan yang dipenuhi dengan tanaman pertanian warga setempat seperti tanaman Cengkeh, Kemiri, Kopi, Pisang, Durian, pohon Mahoni, pohon Pinang serta tumbuhan lainnya, tumbuh dengan rindang di sepanjang jalan menuju lokasi PLTP Ulumbu.

Sebelum sampai di lokasi pembangkit listrik (PLTP Ulumbu), kami pun istirahat sejenak untuk makan siang.

Karena penasaran dengan cerita orang bahwa kehadiran PLTP Ulumbu telah memberikan dampak buruk terhadap lingkungan serta mempengaruhi kesehatan warga sekitar seperti gangguan pernafasan, lalu saya mencoba menyapa seorang warga Desa Weo, Darius Saka (60), yang saat itu melintasi jalan menuju lokasi pembangkit listrik.

Untuk diketahui Darius Saka, merupakan pemilik lahan Lingko Nio, yang lahannya saat ini dijadikan tempat pembangki listrik Ulumbu.

Kepada media ini, Bapak Darius Saka, mengisahkan saat dirinya masih muda, ayahnya Rofinus Garut, sebagai Tu’a Teno (Pemimpin Adat bagian lahan pertanian) Gendang Wewo, menyerahkan tanah yang saat ini dijadikan pembangkit listrik kepada pihak PLN.

Bapak Darius Saka, mengakui kehadiran PLTP Ulumbu banyak memberikan manfaat baik bagi keluarganya maupun warga sekitar Desa Wewo.

“Toe manga da,at ite laing le panden PLTP Ulumbu ho,o (Tidak membahayakan kita dengan pembangunan PLTP Ulumbu),” ujarnya.

Bapak Darius Saka juga menjelaskan, manfaat PLTP Ulumbu, juga dirasakan manfaatnya terhadap banyak orang, baik masyarakat Manggarai maupun wilayah lainnya di pulau Flores.

“Do ata tombo sembarang uwa ho,o gah, ai aku ata toe sekolah, lurus kaud daku tombo. Ho,o ita langsung lite uma dami ce,e beo Wewo, toe manga rusak dami uma, malahan subur ai danong main peh, co,o pengaruh de belerang (zaman sekarang banyak yang bicara sembarang, saya bukan orang sekolah, saya bicara apa adanya. Kalian melihat langsung kondisi perkebunan kami di kampung Wewo, tidak ada yang rusak, malah subur dari dahulunya, pengaruh dampak dari belerang),” ucapnya.

Baca Juga: Wujudkan NZE Tahun 2060, PLN Kembangkan Energi Geothermal Poco Leok Di Manggarai

Bapak Darius Saka, juga menjelaskan masyarakat Wewo dari dahulu hingga kini bertani seperti biasa, bahkan kata dia hampir 12 tahun setelah PLTP Ulumbu aktif para petani yang memiliki lahan sekitar lokasi pembangkit kerja seperti biasa.

Ketika media ini bertanya terkait dampak akibat telah beroperasinya PLTP Ulumbu terhadap pencemaran lingkungan serta dampak lainnya seperti kesehatan bagi masyarakat sekitar akibat operasinya PLTP Ulumbu, Ia mengaku tidak ada yang berubah seperti sumber mata air maupun kesehatan, khusus bagi dirinya.

“Ho,op aku tu,a ge umur 60 Ntaung gah tetap sehat. Danong main waun belerang, eme wau hia hitu de tandan kud usang (saya sudah berumur 60 tahun, masih tetap sehat. Bau belerang sejak dari dulu, kalau kawah mengeluarkan bau belerang itu pertanda memasuki musim hujan),” sebutnya.

Terkait kondisi seng atap rumah warga yang sering rusak, Bapak Darius Saka menjelaskan “danong main muing rusak belek mbaru dami ce ho,o eme pande Mbaru, khusus lite mbaru ce,e ruis kawah, toe landing le panden danong PLTP Ulumbu (sejak dari dulu seng atap rumah masyarakat rusak kalau bangun rumah baru khususnya warga yang tinggal dekat kawah Ulumbu, bukan karena pembangunan PLTP Ulumbu”.

Ditanya soal, apakah lahan milik ayahnya sudah mendapatkan ganti rugi dari pihak PLN, Bapak Darius Saka mengaku, tanah tersebut dulunya telah dijual dengan harga Rp 750 per meter persegi, harga sekitar tahun 1990an.

“Anak daku Kole lite manga ata kerja one PLN, hitu ata bembeng le Morin, am landing le tei tanah hitu danong (anak saya juga ada yang kerja di PLN, mungkin karena berkat dari Tuhan karena lahan yang kami serahkan dulu ke pihak PLN,” tuturnya.

Selain Bapak Darius Saka, media ini juga sambangi rumah ibu Lusia Fatima (29), seorang warga yang rumahnya persis berhadapan langsung dengan pembangkit listrik PLTP Ulumbu, di Dusun Damu Desa Wewo.