Pernah Jadi Tersangka Korupsi, Kini Anak Mantan Bupati Matim dalam Sorotan Pengadaan Alkes RS. Pratama Watu Nggong

Manggarai Timur, SwaraNTT.net – Nama Ani Agas terus menjadi trending topik. Pasalnya, Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai Timur (Matim) tersebut kini berada di pusat perhatian setelah munculnya dugaan korupsi terkait pengadaan alat kesehatan di RS Pratama Watu Nggong.

Kasus ini mencuat setelah laporan masyarakat yang mencurigai adanya penyimpangan dalam proses pengadaan yang melibatkan nilai anggaran besar dan fantastis.

Data awal menunjukkan bahwa terdapat ketidaksesuaian antara jumlah alat kesehatan yang diterima dan yang tercantum dalam dokumen pengadaan.

Beberapa sumber internal menyebutkan bahwa Ani Agas diduga terlibat dalam praktik penggelembungan harga serta pemilihan vendor yang tidak transparan.

Suaraburuh.com beberapa kali menghubungi Ani Agas untuk permohonan wawancara. Namun, yang bersangkutan sudah memblokir nomor telepon Telepon wartawan sehingga sulit untuk melakukan konfirmasi.

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pengadaan Alkes RS Pratama Watu Nggong, Beni Samsu pernah membantah tudingan tersebut melalui sebuah wawancara via telepon.

Beni berkata “Tudingan bahwa Ani Agas terlibat dalam pengadaan Alkes RS Pratama Watu Nggong hanyalah isu Politik semata.”

Menurutnya, banyak isu dibangun menjelang perhelatan Pilkada termasuk isu ALKES.

Kendati demikian, Pihak berwenang kini telah mulai mengumpulkan bukti dan memanggil sejumlah saksi untuk memberikan keterangan termasuk Beni Samsu.

Banyak kalangan berharap agar kasus ini ditangani dengan serius, mengingat dampaknya terhadap pelayanan kesehatan masyarakat di daerah tersebut.

Ani Agas, yang selama ini dikenal aktif dalam berbagai program kesehatan, belum memberikan komentar resmi terkait tuduhan ini.

Publik menantikan perkembangan lebih lanjut dari kasus ini dan berharap agar penegakan hukum berjalan dengan adil dan transparan.

Larang Wartawan Liput Soal Alkes

Pranata Kristiani Agas belum lama ini melarang Wartawan untuk melakukan peliputan terkait kondisi Rumah Sakit Pratama Watu Nggong pasca beroperasi beberapa bulan yang lalu.

Ani Agas mengklaim bahwa peliputan yang dilakukan Wartawan Suaraburuh.com dapat mengganggu proses perbaikan fasilitas dan pelayanan di rumah sakit tersebut.

Namun, langkah ini dinilai kontroversial karena dianggap menghalangi transparansi dan akses informasi mengenai isu-isu penting yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat.

Nardi Jaya bersama tim investigasi Suaraburuh.com Arryanto, yang terlibat dalam peliputan ini merasa tindakan tersebut tidak berdasar dan berpotensi menghambat upaya pemberitaan yang dapat mendukung perbaikan layanan kesehatan di wilayah tersebut.

“Kami datang baik-baik, minta izin di satpam tetapi saat melakukan peliputan, Ibu Sekretaris Dinkes menelfon agar tidak boleh melakukan peliputan,” kata Nardi, Rabu 11 September 2024.

Ketua Aliansi Jurnalis Online Manggarai Timur (AJO Matim) tersebut mengaku sebelumnya ada masyarakat yang mengadu tentang kondisi Rumah Sakit Pratama Watu Nggong karena minimnya fasilitas dan alat kesehatan pasca beroperasi.

“Namun saat menanyakan hal tersebut, ibu Ani meradang dan mengatakan bahwa saya bukan Auditor. Saya hanya berharap kamu fair. Saya pikir kami punya hak untuk menjawab iya atau tidak,” kata Nardi meniru ucapan Ani Agas.

Tuai Protes

Larangan peliputan yang dilakukan Sekretaris Dinas Kesehatan, Ani Agas menuai protes dari berbagai pihak yang menilai tindakan ini sebagai upaya pembungkaman informasi publik.

Praktisi Hukum, Marsel Nagus Ahang menilai larangan peliputan oleh Ani Agas berpotensi melanggar hak wartawan untuk melakukan tugas jurnalistik mereka.

“Dalam konteks kebebasan pers, setiap wartawan memiliki hak untuk meliput dan menyebarluaskan informasi, terutama yang berkaitan dengan pelayanan publik. Rumah sakit sebagai lembaga yang melayani masyarakat harus terbuka terhadap peliputan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas,” ujarnya.

Menurut Ahang, larangan Sekretaris Dinas Kesehatan patut dicurigai sebagai upaya untuk menutupi masalah internal.

“Larangan peliputan di tempat pelayanan publik seperti rumah sakit bisa jadi menandakan adanya isu yang tidak ingin diketahui publik. Kebijakan semacam ini perlu ditinjau secara kritis agar tidak menyalahi hak-hak masyarakat untuk memperoleh informasi,” kata Ahang.

Protes yang sama juga disampaikan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Nani Afrida.