Oleh : Peter Galis Antong
Mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Flores
Perkembangan zaman tentu akan mempengaruhi perkembangan hukum. Sampai dengan saat ini, terdapat banyak sekali produk hukum baik berupa undang-undang maupun peraturan daerah hingga peraturan desa, yang telah ditetapkan dan masih akan terus bertambah serta diperbaharui. Tentu saja banyak masyarakat terlebih masyarakat di pedesaan yang belum mengetahui substansi atau bahkan keberadaan dari produk hukum yang terus bertambah dan diperbarui tersebut.
Dalam ilmu hukum terdapat asas yang menganggap semua orang tanpa terkecuali mengetahui hukum yang dikenal sebagai Asas Fictie Hukum atau Fiksi Hukum. Fiksi Hukum adalah asas yang menganggap semua orang tahu hukum (presumptio iures de iure) tanpa terkecuali. Dalam bahasa Latin dikenal pula adagium ignorantia jurist non excusat, ketidaktahuan hukum tidak bisa dimaafkan. Seseorang tidak bisa mengelak dari jeratan hukum dengan berdalih belum atau tidak mengetahui adanya hukum dan peraturan perundang-undangan tertentu. Yang menjadi pertanyaan, kapan seseorang dianggap telah mengetahui adanya suatu hukum dan peraturan perundang-undangan?
Realita Penerapan Hukum Dalam Kehidupan Masyarakat Pedesaan
Konteks kehidupan masyarakat pedesaan yang masih kental dengan adat istiadat yang sejatinya dihadapkan pada dualisme hukum yaitu antara hukum positif dan hukum adat atau kebiasaan masyarakat setempat. Lalu bagaimna akses antara kedua hukum tersebut di masyarakat pedesaan, tentu untuk akses hukum adat sangat jelas terakses dengan begitu cepat ke seluruh masyarakat adat, hal itu karena masyarakat adat tersebut berada dalam satu wilayah hukum adat yang kecil, sedangkan hukum positif atau hukum yang berlaku seluruh wilayah Indonesia cendrung lamban dan bahkan masyarakat pedesaan itu tidak tahu kalau hari ini ada Undang-Undang baru, hal itu terjadi karena minimnya sarana teknologi dan komunikasi untuk wilayah pedesaan.
Tentang kapan masyarakat pedesaan mengetahui tentang adanya hukum atau peraturan yang berlaku…? Jawabannya adalah “ketika masyarakat itu menjalani sanksi atau hukuman sebagai akibat dari perbuatannya yang melanggar hukum”.Mereka tidak mengetahuinya sama sekali tentang suatu perbuatan itu telah dilarang oleh suatu undang-undang yang telah berlaku, tapi mereka akan tahu dan sadar kalau perbuatan itu dilarang ketika mereka ada di balik jeruji besi, sungguh ini suatu realita kehidupan masyarakat di pedesaan, mereka jarang mendapat sentuhan atau asupan ilmu hukum dari lembaga pemerintah atau dari pihak-pihak yang berkewajiban untuk itu.
Berlakunya asas fictie hukum
Berlakunya asas Fiksi Hukum adalah ketika syarat-syarat mutlak penerbitan peraturan perundang-undangan tersebut telah dipenuhi, sebagai contoh untuk berlakunya Undang-Undang (UU) adalah ketika diundangkan dalam Lembaran Negara (LN) oleh Menteri / Sekretaris Negara. Tanggal mulai berlakunya suatu UU adalah berdasarkan tanggal yang ditentukan dalam UU itu sendiri. Jika tanggal berlakunya itu tidak disebutkan dalam UU, maka UU itu mulai berlaku 30 hari sesudah diundangkan dalam LN untuk Jawa dan Madura, dan untuk daerah daerah lainnya baru berlaku 100 hari setelah pengundangan dalam LN. Sesudah syarat tersebut dipenuhi, maka setiap masyarakat sudah dianggap mengetahui peraturan atau undang-undang tersebut.
Negara Berlindung Dibalik Asas Fictie Hukum
Masih kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai Undang-Undang yang vital terkait Asas Fictie Hukum dimana setiap orang atau masyarakat dianggap mengetahui adanya suatu peraturan perundang-undangan. Sehingga, tidak ada alasan seseorang membebaskan diri dengan pernyataan tidak mengetahui adanya peraturan perundang-undangan tersebut dan berlakunya sejak saat peraturan tersebut dicatatkan dilembar Negara. Namun, dalam praktek kehidupan sehari-hari seringkali muncul permasalahan yang diakibatkan masih banyak warga masyarakat terutama di pedesaan melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan karena ketidaktahuannya perbuatan yang dilakukan tersebut dilarang oleh peraturan perundang-undangan.
Contoh ilustrasi dari ketidaktahuan hukum masyarakat:
1. Seorang pengendara motor diberhentikan dan dikenakan sanksi oleh polisi di tengah perjalanan menuju kantornya karena tidak menyalakan lampu utama pada siang hari. Pengendara tersebut mengaku tidak mengetahui adanya peraturan yang mewajibkan menyalakan lampu utama pada siang hari. Dengan mendasari pada Fiksi Hukum, tentu saja pengendara motor tersebut tetap dikenakan sanksi karena tidak menyalakan lampu utama pada siang hari yaitu pidana kurungan paling lama 15 (lima belas) hari atau denda paling banyak Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) berdasarkan Pasal 293 ayat (2) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).
2. Kasus pencemaran nama baik melalui media sosial dengan memberikan komentar “Comment” pada unggahan seseorang yang mengandung unsur pencemaran nama baik dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) berdasarkan Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
3. Contoh sederhanaya lagi seperti kasus hukum yang dialami oleh Nenek Minah yang dihukum karena mencuri 3 buah kakao di kebun Milik PT tempat dia bekerja. Kemudian juga ada guru yang ditahan karena mencubit muridnya di sekolah.
Dari contoh kasus hukum diatas tentu pada dasarnya bahwa para pelaku tidak tahu kalau perbuatan-perbuatan tersebut dilarang oleh undang-undang dan bagi pelanggarnya akan mendapatkan hukuman atau sanksi. Fiksi hukum sejatinya membawa konsekwensi bagi Pemerintah. Setiap aparat pemerintah berkewajiban menyampaikan adanya hukum atau peraturan tertentu kepada masyarakat. Kalau masyarakat melanggar hukum lantas diseret ke pengadilan padahal ia benar-benar tak tahu hukum, aparat penyelenggara negara juga mestinya ikut merasa bersalah. Namun prakteknya dalam keadaan ketidaktahuan hukum ditengah masyarakat tidaklah menjadi suatu alasan untuk tidak dituntut,dalam hal ini Negara telah berlindung dibalik asa fictie hukum.
![]()
![]()
![]()

Komentar