Densus 88 Gencarkan Edukasi Pelajar di Manggarai Barat untuk Cegah Radikalisme Sejak Dini

Manggarai Barat, SwaraNTT.net- Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror Polri terus memperkuat langkah pencegahan radikalisme dan intoleransi di kalangan generasi muda.

Melalui program edukasi di sekolah-sekolah, Densus 88 berupaya membentengi para pelajar dari pengaruh paham ekstremisme dan terorisme yang kini kerap menyusup lewat dunia digital.

Kegiatan tersebut digelar oleh Tim Pencegahan Satgaswil NTT Densus 88 AT Polri, Jumat (7/11/2025), bekerja sama dengan Polsek Lembor, SMK St. Theresia Nangalili, dan SMP Gaya Baru, Kecamatan Lembor Selatan, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.

Kegiatan yang dipusatkan di SMK St. Theresia Nangalili itu diikuti ratusan pelajar dan puluhan guru. Upacara pembukaan dipimpin langsung oleh Ketua Tim Cegah Satgaswil NTT Densus 88 AT Polri, IPTU Silvester Guntur, S.H., M.M.

Dalam amanatnya, IPTU Silvester menegaskan bahwa peran Densus 88 tidak hanya menindak pelaku teror, tetapi juga berfokus pada upaya membangun ketahanan moral dan mental generasi muda.

“Kami hadir bukan sekadar menegakkan hukum, tetapi juga membantu guru membentuk karakter siswa agar terhindar dari pengaruh paham intoleran dan radikal. Generasi muda harus memiliki kesadaran hukum, disiplin, dan rasa cinta tanah air,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan bahwa di era digital, media sosial kerap dimanfaatkan untuk menyebarkan ideologi berbahaya. Karena itu, para siswa perlu bijak dalam bermedia sosial.

Kepala SMP Gaya Baru, Desmarlin Raewila, S.Pd., menyambut positif inisiatif Densus 88 tersebut.

Menurutnya, kolaborasi antara lembaga pendidikan dan aparat keamanan sangat penting dalam membentuk karakter pelajar.

“Kami berterima kasih kepada Tim Pencegahan Densus 88 yang telah hadir dan berbagi pengetahuan. Edukasi seperti ini sangat bermanfaat agar anak-anak tumbuh menjadi pribadi kuat dan berjiwa nasionalis,” ujarnya.

Sementara itu, Bhabinkamtibmas Polsek Lembor, Bripka Robertus Belarminus, menegaskan bahwa meski situasi wilayah relatif aman, kewaspadaan terhadap penyebaran paham radikal harus tetap dijaga.

“Ancaman radikalisme sering kali tidak terlihat, tapi bisa menyusup melalui dunia maya. Kegiatan ini sangat penting untuk menjaga keamanan sejak dari lingkungan sekolah,” katanya.

Dalam sesi penyampaian materi, IPTU Silvester mengibaratkan terorisme seperti sebuah pohon. Intoleransi merupakan akarnya, radikalisme batangnya, dan terorisme buahnya.

“Terorisme tidak lahir dari ajaran agama mana pun. Ia tumbuh dari kebencian dan penyimpangan ideologi. Di era digital, penyebarannya semakin halus melalui media sosial, game daring, dan forum diskusi yang mengatasnamakan agama,” jelasnya.

Ia juga menyinggung fenomena lain seperti penyimpangan perilaku remaja di dunia maya, mulai dari pornografi, sexting, hingga tantangan berbahaya di media sosial yang disebutnya sebagai bentuk “perang psikologis modern” terhadap generasi muda.

“Sekali kalian membuka ponsel, jutaan pesan masuk. Tidak semua pesan itu untuk kebaikan. Karena itu, penting memiliki filter moral dan nasionalisme yang kuat,” pesannya.

Dalam sesi tanya jawab, salah satu siswi SMK St. Theresia, Elisabet Vanessa Baru, bertanya mengapa kelompok teroris sering menargetkan masyarakat umum dan rumah ibadah.

Posting Terkait

Jangan Lewatkan