Energi Hijau Dari Tanah Nuca Lale 

Oleh: Agustinus Supardi

Pulau Flores adalah salah satu pulau dalam gugusan Kepulauan Sunda Kecil dengan luas wilayah sekitar 14.300 km persegi. Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, memiliki potensi sumber daya panas bumi hampir 1.000 megawatt dan cadangan mencapai 402,5 MW.

Mantan Menteri ESDM, Ignasius Jonan telah mengesahkan melalui Keputusan Menteri ESDM nomor 2268 K/30/MEM/2017 tentang Penetapan Pulau Flores sebagai Pulau Panas Bumi pada tanggal 19 Juni 2017. Tujuan penetapan ini ialah untuk mengoptimalkan penggunaan energi panas bumi di Pulau Flores baik sebagai sumber listrik maupun sumber energi non listrik.

Salah satu target yang ingin dicapai adalah menggunakan energi panas bumi sebagai sumber energi listrik dasar (baseload) utama di pulau tersebut. Surat Keputusan ini didukung dengan telah disusunnya peta jalan (road map) Pulau Flores sebagai pulau panas bumi.

Selain itu salah satu dasar penetapan pulau Flores di Nusa Tenggara Timur dalam Surat Keputusan itu sebagai pulau panas bumi dikarenakan di pulau tersebut terdapat potensi energi panas bumi yang cukup besar dan dapat meningkatkan rasio elektrifikasi di wilayah timur Indonesia.

Data yang dihimpun Penulis dari berbagai sumber, pulau Flores memiliki potensi panas bumi sebesar total 902 MW atau 65% dari potensi panas bumi di provinsi Nusa Tenggara Timur dan tersebar di 16 titik potensi yaitu di Waisano, Ulumbu, Wai Pesi, Gou-Inelika, Mengeruda, Mataloko, Komandaru, Ndetusoko, Sokoria, Jopu, lesugolo, Oka Ile Ange, Atedai, Bukapiting, Roma-Ujelewung dan Oyang Barang.

Hingga saat ini PLTP Ulumbu yang masih dimanfaatkan untuk pembangkit listrik dengan total kapasitas terpasang sebesar 4 x 2,5 megawatt (MW) Ulumbu yang terletak di desa Wewo, kecamatan Satar Mese, kabupaten Manggarai telah beroperasi sejak 11/11/2011 lalu. Sedangkan PLTP Mataloko hanya beroperasi 3 tahun sejak diresmikan pada tahun 2010 dengan kapasitas 5 Mw. Setelah setahun beroperasi pada tahun 2010-2011, PLTP Mataloko terjadi kerusakan pada sistem pembangkit. Setelah dilakukan perbaikan, pada tahun 2013 PLTP Mataloko kembali diaktifkan sampai tahun 2015. Saat ini pembangkit PLTP Mataloko tidak berfungsi karena uap berkapasitas 5 mw tidak dapat menggerakkan turbin.

Rencana pemerintah pusat melalui PT. PLN (Persero) melakukan ekspansi energi panas bumi Ulumbu unit 5-6 di wilayah Poco Leok, mengingat kurangnya pasokan listrik.

Pengembangan pembangkit listrik yang ramah lingkungan merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang termuat dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 yang memprioritaskan penggunaan pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 51 persen.

Berdasarkan data Dispatcher UPK Flores, kondisi beban subsistem Ruteng (Kabupaten Manggarai), terhitung sejak 9 Maret 2023, diantaranya: Beban Puncak Siang 10:00 WITA: 6.42 MW, untuk pelanggan di wilayah, Karot; 32 A, Waelengkas; 6.6 A, Rahong; 9.9 A, Cancar; 38.6 A, Pau; 12.6 A, Motang Rua 33 A, Mano; 47.8 A, Iteng; 12 A.

Beban Puncak Malam 19:00 WITA: 14.35 MW, untuk pelanggan di wilayah, Karot; 80.8 A, Waelengkas; 1.5 A, Rahong; 28.4 A, Cancar; 110.6 A, Pau; 23.1 A, Motang Rua; 45.3 A, Mano; 104 A, Iteng; 37 A

Berdasarkan data tersebut PLTP Ulumbu baru memberikan daya listrik terpasang sebesar 4 x 2,5 MW (10 MW), belum mendukung pasokan listrik pada beban puncak malam hari. Itu berarti, pasokan listrik malam hari masih kekurangan 4-5 Mw.

Sejumlah pihak menilai pengembangan PLTP Ulumbu unit 5-6 Poco Leok berkapasitas 40 Mw sebagai solusi keandalan pasokan listrik di Pulau Flores dengan memanfaatkan potensi geothermal yang ada di wilayah Poco Leok, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Pengembangan PLTP Ulumbu merupakan langkah strategis pemerintah untuk mengatasi kurangnya pasokan listrik terhadap masyarakat wilayah Kabupaten Manggarai serta sejumlah kabupaten lain di Pulau Flores.

Pada 2 Maret 2023, saya sempat mewawancarai secara khusus Vice President (VP) PLTP PLN, Hendra Yu Tonsa Todang, Ia menyebutkan pembangunan PLTP Ulumbu, di Desa Wewo, kecamatan Satar Mese, kabupaten Manggarai, sejak awal sesuai dengan standar lingkungan.

Isu lingkungan yang selama ini sering muncul ditengah masyarakat, kata Hendra dipastikan tidak akan terjadi ketika dilakukan pengembangan PLTP Ulumbu unit 5-6 di Poco Leok.

“Kita lihat kondisi lingkungan sekitar PLTP Ulumbu saat ini. Yang pasti aman terhadap lingkungan,” jelas VP PLTP PLN Hendra, di lokasi PLTP Ulumbu.

PT PLN, jelas Hendra, dalam pengembangan PLTP Ulumbu, berdasarkan hasil penelitian serta studi lingkungan oleh konsultan dan akademisi Universitas, PLTP Ulumbu yang beropresasi saat ini sangat aman dan ramah terhadap lingkungan.

“Tidak perlu kwatir terkait isu lingkungan, karena setiap aspek lingkungan pihak PLN bisa lakukan mitigasi karena sebelumnya sudah dilakukan perencanaan dengan baik,” ucap Hendra.

Terkait dengan isu H2S (Hydrogen Sulfida) atau gas beracun yang keluar dari sumur bor PLTP Ulumbu, Hendra menjelaskan berdasarkan hasil penelitian oleh tim konsultan independent bahwa hasil pengukuran pada sebuah sumur bor di PLTP Ulumbu tidak mengeluarkan gas beracun.

“Hasil penelitian dan pengukuran dari konsultan independent bahwa gas tersebut bukan bersumber dari sumur bor PLTP Ulumbu, tetapi bersumber dari kawah Ulumbu,” tegas Hendra.

Dijelaskan Hendra, sebelum sumur bor tersebut dimanfaatkan menjadi sumber energi listrik, sebelumnya dilakukan uji sumur atau testing.

Rencana Pengembangan PLTP Ulumbu Unit 5-6 Poco Leok

Menjadi seorang jurnalis bukanlah suatu hal yang mudah. Sebagai pemburu berita, saya berusaha untuk memberikan informasi yang valid berdasarkan fakta-fakta yang ada. Menyuarakan kebenaran informasi sudah menjadi prinsip hidup sekaligus tantangan dalam menjalankan profesi ini. Dalam menempuh jalan ini, akan selalu ada rintangan dari pihak-pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan.

Untuk diketahui sejak tahun 2017, Pemerintah menetapkan Flores sebagai pulau panas bumi atau Geothermal Island, melalui Surat Keputusan Menteri ESDM Nomor 2268. Tujuannya untuk melakukan pemerataan pembangunan dalam rangka kemandirian dan ketahanan energi.

Di tengah dorongan transisi energi, panas bumi dapat menjadi salah satu pilihan untuk mengakselerasi komposisi sumber energi baru dan terbarukan di Indonesia. Di sisi lain arus penolakan terhadap rencana pemerintah melalui PT. PLN (Persero) terus digaungkan.

Sejumlah warga yang menolak proyek pengembangan PTP Ulumbu menilai bahwa, rencana perluasan pengeboran itu berpotensi besar menghilangkan lahan dan “habitat”, serta merusak bentang-bentang air, bahan bongkaran padat dan limbah, semburan gas, debu dan bising, serta kesehatan dan keselamatan kerja.

Pada 28 April 2023, saya bersama tim mendatangi langsung ke lokasi titik pemboran PLTP Mataloko dan melihat secara langsung kondisi kawah yang berada di wilayah kecamatan Golewa Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur serta menemui warga yang tinggal tak jauh dari kawasan lokasi pemboran sumur bor MT-1.

Dari lokasi pemboran sumur bor MT-1 yang telah di shut in atau di tutup kembali, tim media swara Net Tv, wawancara secara langsung, Plh. Arifin Kana, juga sebagai Team Leader Operasi ULPL Mataloko.

Pemboran sumur MT-1, jelas Arifin, dilakukan oleh pihak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), selanjutnya aset tersebut diserahkan kepada PT PLN melalui SK Penugasan Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Mataloko.

Untuk wilayah yang memiliki potensi panas bumi, kata Arifin, keberadaan kawah menunjukkan bahwa di daerah tersebut memiliki potensi panas bumi.

Isu lingkungan akibat dampak pengeboran panas bumi di sekitar lahan warga, jelas Arifin, kenyataannya tidak ada masalah, serta keberadaan sumur bor PLTP Mataloko tidak berdampak signifikan terhadap lahan warga.