Kedua, kontroversi di ruang publik seringkali melibatkan berbagai pihak, dari beraneka latarbelakang suku, agama, ras dan antar golongan.
Pro dan kontra memerlukan diskusi yang luas, tidak hanya diputuskan oleh tokoh agama tertentu. Dalam konteks proyek geothermal, tidak hanya tokoh agama katolik Flores saja yang bersuara atau yang harus didengar suaranya.
Suara tokoh agama lain pun harus didengar. Bahkan warga masyarakat yang berdiam diri pun perlu didengar. Orang diam, tidak selalu berarti mereka tidak mempunyai sesuatu untuk dikatakan.
Gereja dapat memberikan pandangannya, tetapi keputusan akhir harus ditentukan melalui proses demokratis dan partisipasi publik.
Ketiga, dalam masyarakat yang plural sebagai ciri masyarakat modern, di hadapan geothermal itu masyarakat memiliki berbagai keyakinan dan agama.
Oleh karena itu, gereja tidak boleh memaksakan keputusannya pada masyarakat yang beragam itu.
Gereja hanya bisa bermisi dan berdialog dengan masyarakat dengan aneka latarbelakang di ruang publik. Tanpa harus memaksa pemerintah menghentikan proyek geothermal.
Gereja katolik tidak dilarang mengkritisi proyek geothermal jika ditemukan ada praktek tata kelolola yang buruk. Silakan ajukan solusi demi perbaikan.
Tetapi, gereja tidak pada posisi untuk memberikan keputusan akhir melarang proyek geothermal beroperasi di Flores. Apalagi mengajak umat melakukan resistensi terhadap proyek geothermal tersebut.
![]()
![]()
![]()
