Manggarai, SwaraNTT.net – Jika Anda mengunjungi Pulau Flores, tepatnya di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur, sempatkan untuk menyusuri jejak budaya yang tertanam dalam mbaru gendang, rumah adat masyarakat Manggarai. Bagi sebagian orang, mendengar istilah mbaru gendang atau rumah Adat mungkin membayangkan tempat untuk memainkan alat musik gendang. Namun, mbaru gendang lebih dari sekadar rumah; ia adalah simbol kehidupan, pusat kebudayaan, dan jantung dari kebersamaan masyarakat Manggarai.
Rumah gendang, yang biasanya berbentuk panggung, memikat perhatian dengan desainnya yang unik struktur melingkar, dinding kayu kokoh, dan atap berbentuk kerucut. Di puncak atap, pahatan kayu berbentuk manusia dan tanduk kerbau menjadi simbol kedekatan masyarakat Manggarai dengan leluhur. Tiang kayu besar di tengah rumah, yang disebut ‘siri bongkok‘, adalah penopang utama yang memiliki makna religius mendalam. Tiang ini menjembatani masyarakat Manggarai dengan leluhur dan Sang Pencipta, menjadi tempat meletakkan sesaji dan perlengkapan adat saat upacara. Selain gong dan gendang, peralatan adat lain seperti kendi dan perlengkapan tari caci turut diletakkan di sini, menandakan bahwa mbaru gendang adalah ruang yang menghidupkan tradisi.
![]()
Tepat di depan mbaru gendang, terdapat juga compang, sebuah altar batu berbentuk bulat yang terletak di pusat desa adat. Compang ini menjadi titik penting dalam berbagai upacara adat, terutama sebagai tempat persembahan kepada leluhur dan alam. Di altar compang, masyarakat meletakkan sesaji berupa hasil bumi, sirih, pinang, atau bahkan kerbau dalam acara-acara besar seperti Congko Lokap, sebuah upacara yang dilakukan untuk peresmian rumah adat ketika baru dibangun atau dipugar. Dengan keberadaan compang, harmoni antara manusia, alam, dan leluhur terasa begitu hidup di tengah keseharian masyarakat.
![]()
![]()
![]()
