Menanggapi Pernyataan Rian Kapitan, Ahang: Jangan Gadaikan Klaim Kepakaran Hukum

Diterangkan Ahang, seorang calon bupati juga harus paham betul larangan berkampanye sebagaimana diatur dalam Pasal 57, tidak boleh menghina seseorang, tidak boleh menghasut, tidak boleh menfitnah. Mau omong apa saja, tetapi selalu ada batasannya.

“Tidak ada kebebasan bicara yang tanpa ada batasan. Batasannya adalah harus mempertimbangkan hak orang lain atas reputasi dan integritasnya. Ketika Anda menyerang reputasi dan integritas calon bupati lain, maka Anda harus siap terima konsekuensinya akan diproses secara hukum,” tegasnya.

Rian Kapitan juga perlu menyadari bahwa pendapatnya disampaikan tanpa otoritas. Maka tidak patut menyerang penegak hukum dengan menyatakan penyidik ceroboh menetapkan Maksi sebagai tersangka.

Kapitan harus tahu hukum-hukum acara, bahwa seorang polisi yang bertindak sebagai penyidik melakukan pekerjaannya berdasarkan surat perintah penyidikan (Sprindik). Sprindik inilah yang memberi otoritas dengan tingkat profesional tertinggi para polisi untuk mengambil keterangan para pelapor, terlapor, saksi-saksi dan ahli-ahli.

Dijelaskan Ahang, penetapan Tersangka terhadap Maksi Ngkeros adalah berdasarkan keterangan dari semua orang yang diambil keterangannya sejak penyelidikan sampai penyidikan, termasuk pengakuan Maksi Ngkeros sendiri apakah dalam kampanyenya ia menyebut dan menyerang nama Cabup lain atau tidak.

Sebagai orang yang paham hukum, Kapitan, tegas Ahang, harusnya sadar bahwa tuduhan kecerobohan polisi dalam menetapkan Maksi Ngkeros sebagai tersangka hanya dapat diuji melalui proses hukum praperadilan.

“Sikap tidak terpuji jika mengomentari substansi suatu perkara yang sedang diperiksa di pengadilan, jika tujuannya untuk mempengaruhi keputusan hakim. Kecuali jika Saudara Kapitan menjadi ahli di persidangan dengan harapan hakim bisa membatalkan penetapan status tersangka terhadap Cabup Maksi Ngkeros,” timpalnya.

News Feed