Labuan Bajo, swarantt.Net – Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BOPLBF) bersama Kokotuku Sanctuary (KSC) pada Oktober 2019 tahun lalu menandatangani Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU). Demikian press release yang diterima SWARANTT.Net Sabtu (14/03/2020) dari Divisi Komunikasi Publik Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BOPLBF).
Direktur Utama BOPLBF Labuan Bajo Shanah Fatinah mengatakan, MoU mengenai pembangunan pariwisata di atas lahan seluas 200 Ha milik KSC tersebut ditandatangani bersama yang pada prinsip dan kebiasaannya, MoU hanya merupakan pernyataan tertulis yang berisi persamaan persepsi dari kedua belah pihak, sehingga implikasinya hanya sebatas ikatan moral antara kedua belah pihak, dalam hal ini adalah pihak BOPLBF dan pihak KSC.
“Selain itu MoU ini dibuat pada dasarnya untuk menyamakan persepsi atau kesepahaman antara kedua belah pihak, bahwa pengembangan area pariwisata yang dimaksud harus berdasarkan perencanaan” Kata Dia.
Hal ini juga sudah dijelaskan secara langsung oleh Direktur Utama BOPLBF, Shana Fatina di hadapan DPRD Kabupaten Manggarai Barat saat melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP), di ruang Paripurna DPRD Kabupaten Manggarai Barat, (21/02/2020) lalu.
Hingga saat ini kata Shana belum ada ikatan kontrak kerja sama antara kedua belah pihak sebagai dasar hukum untuk dimulainya satu pekerjaan sesuai poin-poin yang dijabarkan dalam MoU yang sudah dibuat.
Kokotuku sendiri sesungguhnya sudah memiliki Master Plan untuk pembangunan pariwisata di atas lahan seluas 1.280 Ha, yang di dalamnya juga termasuk lahan milik KSC seluas 200 Ha.
Master Plan tersebut jelas Dia dibuat pada tahun 2016-2017. Pembuatan Master Plan tersebut dilakukan pihak KSC atas permintaan Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat sendiri yang dikoordinasikan melalui Bappeda Kab. Manggarai Barat saat itu. Pembuatan Master Plan tersebut dikarenakan Pemerintah Daerah ingin agar pengembangan kawasan di Utara Labuan Bajo, bisa terintegrasi sebagai kawasan pariwisata terpadu, meskipun dengan kepemilikan lahan berbeda.
Faktanya, lanjut Shana hingga saat ini pelaksanaan pembangunan di Kokotuku belum dapat dilaksanakan, karena walaupun Master Plan pembangunan di atas lahan seluas 1.280 Ha Kokotuku sendiri sudah dibuat, namun hingga saat ini belum ada Perda yang diterbitkan terkait pembangunan di atas lahan tersebut.
Selain itu, pembangunan di atas lahan Kokotuku belum terlaksana dikarenakan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kawasan tersebut hingga saat ini belum disusun. Dengan demikian belum ada satupun investor yang masuk di kawasan tersebut.
Dengan demikian, MoU hanyalah tentang kesepahaman antara kedua belah pihak. MoU hanyalah pengantar. MoU tersebut baru akan memiliki kekuatan hukum yang mengikat, apabila poin-poin yang ada dalam MoU tersebut dijabarkan di dalam kontrak atau perjanjian kerja sama.
Mengapa akhirnya ada Mou antara BOPLBF dengan pihak Kokotuku Sanctuary (KSC)?
![]()
![]()

Komentar