Oleh: Melkianus Pote Hadi
Tulisan ini mengkaji tentang pola asuh orang tua dalam mendidik anak di era digital. Pola asuh atau pola interaksi antara anak dengan dengan orang tua yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik (seperti makan, minum dan lain-lain) dan kebutuhan psikologis ( seperti rasa aman, kasih sayang dan lain-lain),
Secara umum pola asuh anak terbagi dalam tiga kategori, yaitu:
Pola asuh otoriter, Pola asuh demokrsi, dan Pola asuh permisif. Mendidik anak di era digital dengan cara menerapkan pola asuh yang tidak otoriter karena anak tidak senang dipaksa melainkan dibujuk dan cenderung dibiarkan namun juga harus tetap diawasi oleh orang tua.
Selain itu orang tua juga harus mampu memahami ragam aplikasi yang mendidik anak dan memandu anak untuk memainkannya dengan baik serta mengawasi penggunaan media informasi tersebut agar tidak menyimpan dari nilai-nilai pendidikan
Melihat dari perkembangan teknologi sekarang ini, penggunaan perangkat digital bagi kehidupan anak telah berpengaruh terhadap kehidupan anak.
Pengawasan terhadap anak sangat penting untuk diwujudkan karena banyak informasi yang masuk dan anak harus bisa memilih informasi yang cocok dan sesuai tahap perkembangannya. Dalam proses pendidikan era digital peran orang tua harus mencermati cara-cara mengetahui kemampuan anak untuk menyikapi dan memandang dirinya secara positif agar menggunakan perangkat digital dengan baik.
Oleh karena itu, keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama pada anak. Hal ini disebabkan, karena kedua orang tuanyalah yang pertama dikenal dan diterimanya pendidikan. Bimbingan, perhatian, dan kasih sayang yang terjalin antara kedua orang tua dengan anak-anaknya.
Melihat dari perkembangan era digital yang semakin berkembang di dunia saat ini yang tentunya berpengaruh terhadap perkembangan psikologi anak sehingga keluarga merupakan benteng utama dalam melakukan pendidikan yang baik dari efek buruk yang ditimbulkan dari perkembangan era digital tersebut. Orang tua juga tidak boleh menutup rapat-rapat dari perkembangan era digital bagi anak dikarenakan dibalik perkembangan era digital tersebut ada banyak hal positif yang dapat diraih, pada titik inilah peran orang tua dalam mendidik anak dalam era digital sangat dibutuhkan guna memilah hal positif dan negatif dari perkembangan teknologi tersebut.
Peran orang tua dalam mendidik anak dimulai dari buaian sampai liang lahad dan sudah menjadi kewajiban bagi setiap manusia untuk mendidik anaknya ke arah yang lebih baik. Orang tua seharusnya memiliki ilmu karena alangkah ironisnya jika anak berasal dari keluarga yang tidak berpendidikan atau tidak mempunyai ilmu sama sekali dalam mendidik anaknya, baik pendidikan agama maupun pendidikan umum. Kewajiban orang tua mendidik anak-anaknya.
Pola Asuh orang tua dalam Keluarga
Pola asuh dapat didefenisikan sebagai pola interaksi antara anak dengan dengan orang tua yang meliputi meliputi pemenuhan kebutuhan fisik ( seperti makan, minum dan lain-lain) dan kebutuhan psikologis ( seperti rasa aman, kasih sayang dan lain- lain), serta sosialisasi norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungannya. Dengan kata lain, pola asuh juga meliputi pola intraksi orang tua dengan anak dalam rangka penddidikan anak.
Secara umum pola asuh anak terbagi dalam tiga kategori,
yaitu:
1. Pola asuh otoriter.
2. Pola asuh demokrsi,
3. Pola asuh permisif.
Pola asuh otoriter mempuyai ciri orang tua memebuat semua keputusan, anak harus tunduk, patuh, dan tidak boleh bertanya. Pola asuh demokrasi mempunyai ciri orang tua mendorong utuk membicarakan apa yang anak inginkan.
Sementara pola asuh anak permisif mempunyai ciri orang tua memberikan kebebasan penuh kepada anak untuk berbuat. Dapat di ketahi bahwa pola asuh anak yang diterpkan oleh orang tua dari ciri-ciri masing-masing pola asuh trsebut yaitu sebagai berikut:
Pola asuh otoriter mempunyai ciri, yaitu:
a. Kekuasaan orang tua dominan.
b. Anak tidak diakui sebagai pribadi.
c. Control terhadap tingkahlaku anak sangat ketat. d. Orang tua menghukum anak jika tidak patuh.
Pola asuh domokrasi mempunyai cici-ciri, yaitu: a. Ada kerja sama antara orang tua dan anak.
b. Anak diakui sebagai pribadi.
c. Ada bimbingan dan pengarahan dari orang tua. d. Ada kontrol dari orang tua yang tidak kaku.
Selanjutnya pola asuh permisif mempunyai ciri-ciri, yaitu:
a. Dominasi pada anak.
b. Sikap longgar atau kebebasan dari orang tua.
c. Tidak ada bimbingan dan pengarahan dari orang tua. d. Kontrol dan perhatian orang tua sangat kurang.
Melalu pola asuh yang dilakukan oleh orang tua, anak akan belajar belajar tentang banyak hal, termasuk kepribadian.
Tentu saja pola asuh otoriter cenderung menutut anak untuk patuh terhadap segala keputusan orang tua dan pola asuh permisif yang cenderung memberikan kebebasan penuh pada anak untuk berbuat, sangat berbeda dampaknya dengan pola asuh demokratis yang cenderung memdorong anak untuk terbuka, namun bertanggung jawab dan mandiri. Artinya, jenis pola asuh yang diterapkan oleh orang tua terhadap anaknya menentukan keberhaslan pendidikan anak olah keluarga.
Pola asuh otoriter cenderung memebatasi perilaku kasih sayang, sentuhan,dan kelekatan emosi orang tua anak sehingga antara orang tua dan anak seakan memeiliki dinding pembatas yang memisahkan si otoriter (orang tua) dengan si patuh ( anak )
Pola asuh permisif yang cenderung memberikan kebebasan terhadap anak untuk berbuat apa saja sangat tidak kondusif bagi pembentukan kepribadian. Biar pun di berikan kebebasan anak tetap memerlukan arahan dari orang tua untuk mengenal mana yang baik mana yang buruk. Dengan memberikan kebebasan yang berlebihan, apalagi terkesan memberikn, akan memebuat anak bingung dan berpotensi salah arah.
Pola asuh demokratis tampaknya lebih kondusif dalam pendidikan anak. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Baumrind yang menunjukkan bahwa orang tuayang demokratis lebih mendukung perkembangan anak terutama dalam kemandirian dan tanggung jawab.
Sementaa itu, orang tua yang otoriter merugikan, kerena anak tidak mandiri, kurang tanggung jawab serta agresif, sedangkan orang tua yang permisif mengakibatkan anak kurang mampu menyesuaikan diri di luar rumah.
Menurut Arkoff anak yang didik dengan cara demokratis umumnya cenderung mengungkapkan agresivitasnya dalam tindakan-tindakan yang konstruktif atau dalam bentuk kebencian yang sifatnya sementara saja. Di sisi lain, anak yang dididik secara otoriter atau ditolak memiliki kecenderungan untuk mengungkapkan agresivitasnya dalam bentuk tindakan-tindakan merugikan. Sementara itu, anak yang dididik secara permisif cenderung mengembangkan tingk laku agresif secara terbuka atau terang-terangan.
Menurut Middlebrook hukum fisik yang umum diterapkan dalam dalam pola asuh otoriter kurang efektif untuk membentuk tingka laku anak karena: a) menyebabkan marah dan frustasi, (b) adanya perasaan-perasaan menyakitkan yang mendorong tingkah laku agresif, (c) akibat-akibat hukuman itu dapat meluas sasarannya, misalnya anak menahan diri untuk memukul atau merusak pada waktu ada orang tetapi segera melakukan setelah orang tua tidak ada, (d) tingkah laku agresif orang tua menjadi model bagi anak.
Hasil penelitian Rohner menunjkkan bahwa pengalaman masa kecil seseorang sangat mempengaruhi perkambagan kepribadiannya (karekter atau kecerdasan emosinya).
Penelitan tersebut menunjukkan bahwa pola asuh orang tua, baik yang menerima atapun yang menolak anaknya, akan mempengaruhi perkembangan emosi, perilaku, sosial-kognitif, dan kesehat dan fungsi psikologisnya ketika dewasa.
Dalam keluarga, anak dipersiapkan untuk menjalani tingkatan-tingkatan perkembangannya sebagai bekal ketika memasuki dunia orang dewasa, bahasa, adat istiadat dan seluruh isi kebudayaan, seharusnya menjadi tugas yang dikerjakan keluarga dan masyarakat di dalam mempertahankan kehidupan oleh keluarga.
Keluarga merupakan kelompok sosial pertama di mana individu berada dan akan mempelajari banyak hal penting dan mendasar melalui pola asuh dan binaan orangtua atau anggota keluarga lainnya.
![]()
![]()
![]()

Komentar