Oleh : Andrew Donda Munthe
(ASN pada BPS Kota Kupang/Alumnus Sekolah Pascasarjana IPB Bogor)
Beberapa waktu yang lalu, bangsa Indonesia berduka. Tanggal 11 September 2019, Bacharuddin Jusuf Habibie (Presiden RI ke-3) meninggal dunia pada usia 83 tahun di RSPAD Gatot Subroto Jakarta. Perjalanan panjang hidup beliau dapat menjadi inspirasi bagi generasi muda muda Indonesia dalam menggapai cita-citanya. Habibie memang meninggalkan kita semua secara fisik. Tapi semangat dan pemikirannya akan tetap tinggal “bergelora” bagi setiap anak bangsa penerus negeri ini.
Almarhum B.J. Habibie sangat terkenal dengan kecerdasan intelektualnya. Tidak hanya “tenar” di dalam negeri, namun juga diakui oleh masyarakat internasional. Ada sebuah kalimat menarik yang pernah disampaikan beliau terkait kecerdasan. “Tanpa cinta, kecerdasan itu berbahaya. Tanpa kecerdasan, cinta itu tidak cukup”.
Seorang rohaniwan pernah memberikan ilustrasi menarik terkait kecerdasan manusia. Beliau memberikan kisah tentang 4 orang sahabat yang masih duduk di kelas 6 Sekolah Dasar. Keempat sahabat tersebut sepulang sekolah bermain di sebuah lapangan tak jauh dari rumah mereka. Selagi mereka asik bermain, terdengar bunyi beberapa buah kelapa yang jatuh di dekat tempat mereka bermain.
Anak yang pertama mengambil satu buah kelapa dan menjelaskan kepada teman-temannya bahwa pohon kelapa dalam bahasa ilmiah atau latin disebut dengan cocos nucifera. Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa kandungan nutrisi yang terdapat pada air kelapa muda sekitar 600 mg potasium. Hal ini menjadikan air kelapa muda dapat menjadi minuman elektrolit. Setelah menjelaskan manfaat dan kegunaan air kelapa tersebut, ia membawa kelapanya dan segera pulang ke rumah.
Anak yang kedua, membawa 2 buah kelapa yang jatuh dan segera membawanya ke pasar terdekat. Dalam benaknya, ia akan memperoleh sejumlah uang apabila mampu menjual buah kelapa tersebut kepada orang yang sedang berbelanja disana.
Anak ketiga justru membawa beberapa kelapa yang jatuh tadi mengelilingi sekitar lapangan. Ia bersuara lantang menanyakan kepada setiap orang yang dijumpainya untuk mengetahui pemilik pohon kelapa. Sang anak ini ingin mengembalikan buah kelapa yang jatuh kepada si pemilik pohon.
Anak keempat segera pulang kerumah, mengambil parang dan kembali lagi ke lokasi buah kelapa tadi jatuh. Dengan cekatan ia membuka buah kelapanya dan segera memberikannya kepada seorang kakek tua yang sedang duduk tak jauh dari tempat keempat sahabat tadi bermain.
Dari kisah keempat sahabat di atas, kita belajar tentang berbagai kecerdasan yang ada pada seorang manusia. Anak pertama memiliki kecerdasan intelektual. Ia memiliki pengetahuan lebih luas yang tidak dimiliki teman-temannya yang lain. Anak kedua memiliki kecerdasan finansial. Anak ketiga memiliki kecerdasan moral. Sedangkan anak keempat memiliki kecerdasan sosial.
Sayangnya, banyak orang tua saat ini (termasuk orang tua yang bermukim di NTT) lebih mengedepankan kecerdasan intelektual. Kemampuan akademik anak selalu jadi prioritas. Sang anak didaftarkan mengikuti berbagai kursus (les). Mulai dari les matematika, les bahasa inggris, les mata pelajaran, dan berbagai kegiatan tambahan lainnya. Padahal anak perlu juga dibekali dengan kecerdasan lain yaitu kecerdasan finansial, kecerdasan moral, dan kecerdasan sosial. Figur almarhum B.J. Habibie merupakan salah satu sosok yang tepat sebagai teladan bagi generasi muda bahwa “cerdas” itu harus seimbang.
Pejuang Data Vs Pengemis Data
Almarhum B.J. Habibie punya kontribusi yang sangat besar bagi kemajuan negeri ini. Perannya dalam dunia ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) patut diapresiasi oleh generasi saat ini dan juga generasi masa depan. Akan tetapi, kita perlu menyadari bahwa setiap warga negara punya peranan yang berbeda dalam membangun negeri.
![]()
![]()
![]()

Komentar