Tantangan dan Peluang Bonus Demografi Bagi Masyarakat NTT

Oleh: Melkianus Pote Hadi

Bonus demografi menjadi peluang strategis bagi Indonesia untuk melakukan percepatan pembangunan ekonomi. Ini didukung ketersediaan sumber daya manusia (SDM) usia produktif dalam jumlah signifikan.

Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan, Indonesia akan menikmati era bonus demografi pada 2020 dan berakhir pada tahun 2035. Pada masa tersebut, jumlah penduduk usia produktif diproyeksi berada pada grafik tertinggi sepanjang sejarah, mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk Indonesia yang sebesar 297 juta jiwa.

Rasio usia produktif (15-64 tahun) di atas 64 persen sudah lebih dari cukup bagi Indonesia untuk melesat menjadi negara maju. Ini adalah rasio usia produkif terbaik Indonesia yang mulai kita nikmati nanti 2020 dan akan berakhir pada 2035. Namun jumlah yang besar tidaklah cukup tanpa diimbangi kualitas baik. Tugas kita semua untuk menjadikan bonus demografi ini memiliki makna bagi percepatan pembangunan di Indonesia.

Bonus demografi menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk memastikan percepatan pembangunan ekonomi menjadi negara maju sejajar dengan negara-negara besar lainnya. Di depan mata kita ada MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) dan perdagangan bebas Asia dan dunia. Saatnya pemuda Indonesia membangun visi yang besar menatap dunia yang ditunjang pembangunan manusia berkualitas.

Beberapa negara gagal memetik bonus demografi, seperti di Afrika Utara dan Amerika Latin. Penyebab kegagalan tersebut adalah adanya faktor kelembagaan yang tidak kondusif. Seperti menyangkut kepastian hukum, hak cipta, efisiensi birokrasi, dan kebijakan makroekonomi. Kemampuan penyerapan tenaga kerja yang tidak seimbang juga menjadi penyebab. Tenaga kerja tidak terserap dengan baik oleh perekonomian karena investasi yang tidak produktif. Upaya membangun SDM yang berkualitas sejak dini juga diperlukan sebagai langkah jangka panjang memetik bonus demografi.

Akhir-akhir ini, sering kita lihat dan dengar istilah revolusi industri 4.0 di televisi dan media sosial (medsos). Industri 4.0 sendiri menitikberatkan pergeseran dunia ke arah digital. Revolusi industri generasi pertama ditandai oleh penggunaan mesin uap untuk menggantikan tenaga manusia dan hewan. Kemudian generasi kedua, melalui penerapan konsep produksi massal dan mulai dimanfaatkannya tenaga listrik. Dan generasi ketiga, ditandai dengan penggunaan teknologi otomasi dalam kegiatan industri.

Sektor industri nasional perlu banyak pembenahan, terutama aspek penguasaan teknologi yang menjadi kunci penentu daya saing di era industri 4.0. Berdasarkan Global Competitiveness Report 2017, posisi daya saing Indonesia berada di peringkat ke-36 dari 100 negara.

Data BPS menyebutkan, industri kreatif telah menyumbang 7 persen dari total produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Industri kreatif inilah yang diharapkan mampu menyerap SDM usia produktif. Dukungan penuh pemerintah sangat diharapkan agar dapat mendorong perekonomian Indonesia di era revolusi industri 4.0.

Untuk menghadapi revolusi industri 4.0, ada beberapa keahlian yang dibutuhkan agar dapat sukses dalam menghadapi dinamika dunia kerja yang terus berubah. Terdapat empat keahlian utama yang dibutuhkan untuk menghadapi industri 4.0.

Pertama, kita harus memiliki keterampilan informasi, media, dan teknologi. Dengan istilah lain, kita harus melek teknologi. Yang dimaksud dengan keterampilan informasi, media, dan teknologi meliputi literasi media, keaksaraan visual, literasi multikultural, kesadaran global, dan literasi teknologi.

Kedua, keterampilan belajar dan berinovasi yang meliputi kreativitas dan keingintahuan, pemecah masalah (problem solving), dan pengambil resiko.

Ketiga, terampil dalam hidup dan belajar seperti memiliki jiwa kepemimpinan dan bertanggung jawab, memiliki nilai etis dan moral, produktivitas dan akuntabilitas, fleksibilitas dan adaptasi, sosial dan lintas budaya, inisiatif dan mengarahkan diri.

Keempat, memiliki kemampuan dalam berkomunikasi efektif seperti mampu bekerja dalam tim dan berkolaborasi, memiliki tanggung jawab pribadi dan sosial, dalam berkomunikasi harus interaktif, memiliki orientasi nasional dan global.

Dapat disimpulkan bahwa usia produktif di era bonus demografi harus mempunyai daya saing yang kuat agar bisa berkompetisi menghadapi revolusi industri 4.0 yang semakin canggih.

Komentar