Pontius Pilatus justru hanya mengandalkan testimonium dari para pengunjung sidang. Orang-orang yang hadir dalam sidang itu diperkirakan adalah orang-orang Yahudi, termasuk imam-imam besar, tua-tua, ahli-ahli taurat.
Peradilan terhadap Yesus menjadi tidak objektif. Sebab peradilan hanya mengandalkan testimonium dari pengunjung sidang. Itu testimonium yang menyesatkan. Mengapa?
Pertama, ada subjektivitas. Testimoni masyarakat dapat bersifat subjektif dan tidak selalu mencerminkan pandangan yang objektif. Mereka tidak peduli terbukti atau tidak semua tuduhan terhadap Yesus dalam persidangan tersebut.
Kedua, tidak mencerminkan keterwakilan. Testimoni masyarakat tidak selalu dapat mewakili pandangan seluruh masyarakat, terutama jika testimoni tersebut hanya berasal dari sekelompok kecil masyarakat yang mempunyai konflik kepentingan dengan terdakwa dalam suatu perkara.
Ketiga, kualitas informasi meragukan. Kualitas informasi yang diberikan oleh testimoni masyarakat dapat bervariasi, dan tidak selalu dapat diandalkan sebagai sumber informasi yang akurat.
Bijak Menerima Testimoni
Pada jaman sekarang, peradilan yang mengandalkan penggunaan testimoni masyarakat dalam pengambilan keputusan di sidang pengadilan sering terjadi.
Euforia seperti itu melebar pula dalam pengambilan keputusan di birokrasi pemerintah. Tidak sedikit pula, demam penggunaan testimoni sesat ini menghinggapi institusi keagamaan.
Hakim di pengadilan, pejabat birokrasi pemerintahan maupun para tokoh dan pemimpin institusi keagamaan perlu bersikap bijak dalam menggunakan testimoni masyarakat sebagai dasar pengambilan keputusan.