TOMOHON, SwaraNTT.net – Apabila mendengar kata sayur organik, yang terbenak dalam pikiran adalah sayur mayur yang dibudidayakan tanpa menggunakan bahan kimia sintetis. Lahan yang berdampingan langsung dengan sumber pembangkit listrik panas bumi Lahendong, tepatnya di kelurahan Tonsewar, kabupaten Minahasa, ada sosok pemuda yang sukses menekuni usahanya dalam bercocok tanam (sayur mayur).
Herald Kaat, telah enam belas (16) tahun menjadi petani sayur dalam kesehariannya hidup berdampingan langsung dengan pembangkit listrik tenaga panas bumi (Geothermal) milik PT. Pertamina Geothermal Energy, anak usaha PT Pertamina (Persero).
Diatas tanah seluas 1 hektar lebih, Hera sapaan akrabnya mengaku sejak kecil sudah menjadi petani sayur sebelum PLTP Lahendong beroperasi.
Kisah Hera ‘menanam harapan’ menjadi kisah inspiratif dari petani sayur organik yang berhasil mengembangkan budidaya tanaman sayurannya secara otodidak.
Berangkat dari kesungguhan niat berkebun serta menanam harapan lewat budidaya tanaman hortikultura awal niat yang dilakoni oleh Hera.
Ditengah banyak orang teriaki kerusakan lingkungan sebut dampak buruk dari pembangunan Geothermal, namun sangat berbeda jauh dengan kondisi lingkungan yang ada sekitar pembangkit panas bumi Lahendong.
Diceritakan Hera, 20 tahun lalu pun di wilayahnya ada banyak pihak menebarkan isu serupa (kerusakan lingkungan) oleh orang-orang yang mengaku peduli terhadap lingkungan agar para petani dan pemilik lahan disekitar kawasan pembangunan menolak rencana pembangunan proyek panas bumi.
“Dulu juga disini dibuat isu akan terjadi kerusakan lingkungan, tanah akan rusak dan tanaman pertanian tidak hasil,” ucap Hera saat ditemui media ini, pada Selasa 11 Maret 2025.
Hingga 20 tahun PLTP Lahendong beroperasi, sebut Hera, isu kerusakan lingkungan khususnya dampak buruk terhadap pertanian warga sekitar area pembangkit tidak ia rasakan.