Indonesia Mulai Babak Baru Energi Bersih: Hidrogen Hijau di Ulubelu

“Saya yakin, pengalaman dan pembelajaran dari proyek ini akan menjadi best practice dan referensi untuk direplikasikan di wilayah lain,” tutur Yuliot.

Proyek pilot hidrogen hijau di Ulubelu bertujuan sebagai tempat uji kelayakan komersial. Mulai dari biaya, efisiensi teknologi, hingga model bisnis. Meskipun biayanya kini lebih tinggi ketimbang hidrogen fosil (grey hidrogen), upaya peningkatan skala dan kebijakan diharapkan menurunkan biaya hidrogen hijau agar lebih kompetitif.

Pemilihan Ulubelu bukan tanpa alasan. Infrastruktur panas bumi yang sudah mapan, pasokan listrik bersih yang stabil, ketersediaan cooling tower untuk kondensat, serta posisi yang dekat dengan jalur distribusi Sumatera-Jawa membuat lokasi ini cocok untuk menguji integrasi hidrogen ke jaringan energi dan pasar industri.

Senada dengan hal tersebut, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri melihat langkah ini sebagai tonggak sejarah bukan hanya bagi perusahaan, tapi juga untuk bangsa. “Dari Ulubelu, kita menunjukkan kepada dunia bahwa transisi energi bisa diwujudkan dengan mengandalkan kekuatan energi bersih dari tanah air sendiri,” ujar Simon.

Di sisi lain, dibalik jargon teknologi dan angka investasi, Ulubelu menyimpan makna yang lebih sederhana: gotong royong. Proyek ini dirancang memupuk harapan masyarakat yang tinggal di sekitar lereng-lereng bukit. “Saya berharap semua pihak bekerja dengan dedikasi dan semangat kebersamaan. Green Hydrogen Plant ini harus menjadi simbol kemajuan bangsa,” pesan Yuliot.

Harapan pemerintah, Ulubelu tidak lagi hanya dikenal sebagai penghasil listrik dari panas bumi, melainkan juga sebagai pionir energi hijau Indonesia. Dari perut bumi, lahir energi masa depan yang diharapkan mampu memperkuat arah transformasi portofolio energi bersih nasional.