Bentuk konsolidasi tersebut dilakukan melalui Pendampingan Proyek Strategis (PPS).
Dalam skema PPS, PLN bersama Kejaksaan membahas berbagai tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan proyek, baik dari sisi teknis, sosial, maupun regulasi.
Tujuannya adalah memastikan setiap tantangan dapat diselesaikan sesuai koridor hukum, mengingat PLN merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menjalankan mandat negara.
“Secara prinsip, posisi Kejaksaan dalam PPS adalah memberikan dukungan hukum kepada PLN sebagai pemohon pendampingan, guna menyukseskan agenda pembangunan nasional. Kejaksaan Tinggi NTT, dalam hal ini, memberikan support terhadap seluruh langkah PLN sepanjang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” katanya.
Lalu Irlan juga menyampaikan bahwa, pendampingan tersebut juga mencakup pembahasan berbagai persoalan di lapangan, termasuk tantangan sosial kemasyarakatan.
Ia juga menegaskan bahwa, pelaksanaan proyek tidak semata-mata berorientasi pada fungsi bisnis, melainkan juga sebagai wujud kehadiran negara dalam melaksanakan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat.
“Saat ini, terdapat tiga lokasi proyek yang masuk dalam skema PPS, yakni PLTP Ulumbu (Manggarai), PLTP Mataloko (Ngada), dan PLTP Atadei (Lembata). Ketiga proyek tersebut berjalan secara paralel, dengan progres masing-masing yang relatif seimbang,” tegasnya.
Ia juga menjelaskan bahwa, kondisi pembangunan di Manggarai saat ini, berada pada tahapan yang sama dengan yang berlangsung di Ngada dan Atadei.
“Oleh karena itu, penyelesaian tantangan-terutama yang berkaitan dengan aspek hukum dan sosial menjadi kunci penting dalam memastikan proyek berjalan lancar dan sesuai regulasi,” katanya.***
![]()
![]()
![]()
