Ritual Roko Molas Poco Tandai Peresmian Rumah Adat Gonggor Bantuan PLN UIP Nusra

“Kami juga berharap kolaborasi antara PLN dan masyarakat adat dapat terus terjalin, tidak hanya dalam bidang budaya, tetapi juga dalam mendukung pembangunan sosial dan ekonomi di wilayah tersebut,” tutupnya.

Sementara Kepala Desa Wewo, Laurensius Langgut menyampaikan bahwa, kegiatan Roko Molas Poco di Gendang Gonggor merupakan rangkaian adat yang tidak terpisahkan dari proses terwujudnya sebuah Rumah Gendang.

“Ritual ini memiliki makna mendalam dalam tradisi masyarakat adat, khususnya terkait penamaan kayu yang disebut Molas Poco,” katanya.

Laurensius juga menambahkan bahwa, makna filosofisnya mungkin dapat dijelaskan lebih mendalam oleh para tetua adat dan pihak yang lebih memahami secara adat-istiadat.

“Melalui momentum bersejarah ini, kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus atas kehadiran dan partisipasi kita semua yang telah bersama-sama memeriahkan dan menyukseskan acara ini,” ujarnya.

Sementara pantauan media ini, masyarakat Gonggor menyambut peresmian rumah adat tersebut dengan penuh sukacita.

Sedangkan perwakilan PLN Uip Nusra, Roya Ginting, menyampaikan bahwa, kehadiran PLN di kegiatan Roko Molas Poco di Gendang Gonggor hari ini merupakan bentuk penghormatan terhadap proses adat yang dijalankan oleh masyarakat.

“Sebagai tim di lapangan, kami melihat bahwa pembangunan panas bumi tidak bisa dilepaskan dari ruang hidup, nilai budaya, dan sejarah masyarakat yang sudah ada jauh sebelum proyek ini berjalan,” katanya.

Roya juga mengatakan bahwa, Roko Molas Poco memiliki filosofi menata dan menyelaraskan kembali hubungan antara manusia, alam, dan leluhur sebelum sebuah pembangunan dilanjutkan.

Filosofi ini sejalan dengan prinsip kami dalam mengembangkan PLTP Ulumbu Unit 5–6, yaitu memastikan pemanfaatan energi panas bumi berjalan secara bertanggung jawab, selaras dengan alam, serta menghormati nilai adat dan kearifan lokal.

Dalam konteks pembangunan Rumah Adat Gendang Gonggor yang lokasinya berdampingan langsung dengan area panas bumi, PLN melalui program TJSL memberikan dukungan sebagai bentuk perhatian terhadap keberlanjutan sosial dan budaya masyarakat.

“Rumah gendang bagi kami bukan sekadar bangunan fisik, tetapi pusat musyawarah, pengambilan keputusan adat, serta simbol identitas dan persatuan masyarakat,” katanya.

“Sebagai tim pelaksana di lapangan, kami terus menjaga komunikasi dan pendampingan agar proses pembangunan PLTP Ulumbu dapat berjalan berdampingan dengan kehidupan masyarakat, tanpa saling meniadakan. Prinsipnya, pembangunan energi harus memberi manfaat bersama, sekaligus menjaga keseimbangan sosial dan budaya di Desa Wewo dan sekitarnya,” tutupnya.***